Friday 14 December 2012

PERAN INDUSTRI PERIKANAN DIINDONESIA


PERAN INDUSTRI PERIKANAN DIINDONESIA
(Industri Perikanan di Kota Makasar)


Indonesia adalah negara dengan potensi perikanan terbesar, itu adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri.  Dengan potensi yang sebegitu besarnya, maka menjadi suatu pertimbangan utama untuk melakukan langkah perencanaan industri perikanan yang tepat.
Indonesia merupakan negara yang dua pertiga dari wilayahnya adalah laut dan mempunyai potensi sumber daya alam perikanan yang sangat besar. Diperkirakan potensi ikan lestari sekitar 6,1 juta sampai 6,7 juta ton per tahun. Selama ini potensi perikanan tersebut belum digali secara optimal dan diperkirakan baru mencapai 56% dari potensinya. Salah satu industri yang dapat dikembangkan dari sumber daya perikanan adalah industri pengalengan ikan.
Meskipun belum dimanfaatkan secara optimal, namun ekspor Indonesia sudah menerobos ke pasar utama Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Tercatat dalam lima tahun terakhir, ekspor ikan dalam kaleng berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat dari 25.911 ton tahun 1996 menjadi 37.565 ton tahun 2001 lalu. Sebelumnya tahun 2000 lalu ekspornya sudah mencapai 45.041 ton. Sedangkan devisa yang diperoleh dari ekspor ikan kaleng mencapai puncaknya pada tahun 1998 lalu dengan volume 40.484 ton dan nilainya sebesar US$ 104,98 juta, adapun tahun 2001 lalu nilai ekspornya sekitar US$ 86,1 juta.
Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi industri dapat dibagi menjadi tiga penentu keberhasilan industri pada lingkungan internal industri yang meliputi potensi sumberdaya manusia yang dimiliki industri, teknologi yang digunakan industri dan keuangan serta aset yang dimiliki industri.

Faktor utama yang mendukung pengembangan industri perikanan khususnya pada kegiatan industri penangkapan ikan adalah dengan tersedianya prasarana pelabuhan perikanan sebagai tempat berlabuhnya kapal perikanan, tempat melakukan kegiatan bongkar muat hasil perikanan dan sarana produksi dan produksi, sehingga fungsi pelabuhan perikanan menjadi sangat luas. Pelabuhan perikanan merupakan kawasan pengembangan industri perikanan, karena pembangunan pelabuhan perikanan di suatu daerah atau wilayah merupakan embrio pembangunan perekonomian. Keberadaan pelabuhan perikanan dalam arti fisik, seperti kapasitas pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi lainnya sehingga pelabuhan perikanan menjadi suatu kawasan pengembangan industri perikanan (Yusuf et al. 2005).
Tantangan dalam pengembangan industri perikanan adalah bagaimana kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam perikanan sebagai penyedia bahan baku industri. Oleh karena itu, diperlukan strategi kebijakan pemerintah untuk mendukung kemampuan industri perikanan menurut Putro (2002) yaitu: 1) membangun prasarana berupa pelabuhan perikanan yang tidak lain adalah untuk memberi pelayanan dalam pengembangan industri perikanan, 2) penyederhanaan birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri, 3) mengembangkan dan mendorong organisasi nelayan agar nelayan tradisional mampu mengembangkan usahanya guna memanfaatkan sumberdaya perikanan dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri dan 4) menyediakan modal investasi dan modal kerja kepada industri perikanan agar mampu meningkatkan kualitas produk dengan harga yang kompetitif. Salah satu provinsi yang terletak di Kawasan Timur Indonesia adalah Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar yang memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan industri perikanannya menjadi sentra industri perikanan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Secara geografis, hal tersebut didukung oleh letak Kota Makassar yang merupakan salah satu kota terbesar dan merupakan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, dan otomatis akan menjadi pintu gerbang ekspor hasil perdagangan secara umum (Danial 2006).
Secara potensial industri perikanan di Kota Makassar dapat memberikan manfaat bagi kehidupan ekonomi, sosial dan politik serta kebudayaan, namun di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik dan tanpa persiapan yang memadai maka dampak negatif akan muncul. Pengembangan industri perikanan merupakan peluang sekaligus ancaman yang harus dicermati dan merupakan bagian yang sangat mempengaruhi dan menentukan arah dan hasil dari pembangunan kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan.
Industri perikanan di Kota Makassar memiliki potensi dan peluang untuk dikembangan karena didukung oleh sumberdaya alam dan lingkungan, seperti ketersediaan ikan yang cukup besar, daerah penangkapan ikan yang dekat dengan tempat pendaratan ikan serta lingkungan dan kondisi perairan yang mendukung. Selain itu, didukung oleh banyaknya sumber daya manusia yang bekerja pada industri perikanan tangkap dan kemampuan keuangan serta asset yang dimiliki oleh industri perikanan yang ada dan merupakan faktor internal industri perikanan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini akan mengkaji berbagai faktor yang mempengaruhi pengembangan industri perikanan di Kota Makassar Sulawesi Selatan, dan akan memberikan berbagai gagasan dan saran, apakah mampu memperoleh manfaat dari pengembangan industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan.

Rendahnya kinerja industri perikanan di Kota Makassar, tidak hanya diakibatkan oleh kurang optimalnya pelabuhan perikanan dan jenis fasilitas, tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan industri perikanan dan kebijakan pemerintah. Faktor-faktor utama yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah; 1) internal industri, 2) eksternal industri, 3) sumberdaya alam dan lingkungan, 4) lingkungan industri perikanan, 5) kinerja industri perikanan, 6) kebijakan pemerintah, 7) pelayanan pelabuhan dan 8)daya saing industri perikanan.
Kajian lingkungan industri perikanan akan dilihat dengan tingkat pengaruh oleh faktor internal industri perikanan dan ekternal industri perikanan. Selanjutnya faktor kinerja industri perikanan, akan dilihat dengan tingkat pengaruh dari faktor kebijakan pemerintah dan faktor pelayanan pelabuhan perikanan dengan mengeluarkan kebijakan pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan serta pelayanan terhadap pelabuhan perikanan yang ada saat ini. Pelayanan harus dapat memberi pengaruh berupa kemudahan untuk mendorong tumbuh kembangnya industri perikanan yang berbasis pelabuhan perikanan di Kota Makassar dalam melakukan persaingan pasar bebas.
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Bakosurtanal, 2006). Total luas laut Indonesia sekitar 3,544 juta km2 (Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2010) atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia. Keadaan tersebut seharusnya meletakan sektor perikanan menjadi salah satu sektor riil yang potensial di Indonesia. Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan mencapai US$ 82 miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potens lainnya pun dapat dikelola, seperti sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan Indonesia.

Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar 1,54%. Disamping itu, Indonesia juga merupakan produsen perikanan budidaya dunia. Sampai dengan tahun 2007 posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi pertahun sejak 2003 mencapai 8,79%. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar dunia, karena terus meningkatnya kontribusi produk perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009.

Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada.

Namun mencermati pembangunan Indonesia selama ini sangatlah ironis karena secara empiris, dengan potensi yang besar, pembangunan sektor perikanan kurang mendapatkan perhatian dan selalu diposisikan sebagai pingiran. Hal ini karena, selama ini strategi pembangunan yang berbasis sumber daya alam lebih mengutamakan kepada sektor pertanian dan pertambangan. Selain itu penekanan pembangunan sektor perikanan selama ini lebih bersifat eksploitasi sumber daya sehingga mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem lingkungan dan tidak memperhatikan nilai tambah ekonomis yang dapat diperoleh dari sektor tersebut.
Kesuksesan negara lain dalam pengembangan sektor perikanan seperti di Islandia, Norwegia, Thailand, China dan Korea Selatan, yang dalam hal sumber daya berada di bawah Indonesia, seharunya dapat menjadi pembelajaran. Pada negara tersebut, sektor perikanan mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar. Sebagai contoh Islandia dan Norwegia, kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 60% dan 25%. Keadaan tersebut jauh berbeda dengan kontribusi sektor perikanan Indonesia terhadap PDB nasional yang hanya mencapai 2,77% pada tahun 2008.
Dengan melihat potensi dan kesuksesan negara lain, pembagunan sektor perikanan harusnya dapat menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik dari pada keadaan sekarang. Adanya kesalahan orientasi pembangunan dan pengelolaan sumber daya menyebabkan Indonesia belum dapat mengoptimalkan manfaat dari potensi sumber daya yang ada. Munculnya kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai motor pengerak pembangunan nasional, sebagaimana terimplementasi pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, sudah merupakan suatu hal yang tepat.
Sebagai negara kepulauan dengan potensi perikanan yang besar, seharusnya sektor perikanan menjadi andalan dalam pembangunan Indonesia. Selain itu sektor perikanan juga berpotensi untuk dijadikan penggerak utama (prime mover) ekonomi Indoneisa. Namun secara empiris pembangunan sektor perikanan selama ini kurang mendapatkan perhatian sehingga kontribusi dan pemanfaatnnya dalam perekonomian Indonesia masih kecil.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya perikanan dan menjadikan sektor ini sebagai prime mover pembangunan ekonomi nasional, diperlukan upaya percepatan dan terobosan dalam pembangunan kelautan dan perikanan yang didukung dengan kebijakan politik dan ekonomi serta iklim sosial yang kondusif. Dalam kaitan ini, koordinasi dan dukungan lintas sektor serta stakeholders lainnya menjadi salah satu prasyarat yang sangat penting (KKP, 2010).
Revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan, merupakan suatu langkah untuk mewujudkan hal tersebut. Dengan revitalisasi diharapkan sektor perikanan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan (petani ikan), menyumbang terhadap ekspor nonmigas, mengurangi kemiskinan, dan menyerap tenaga kerja nasional. Sehingga lebih dapat meningkatkan kontribusinya dalam perekonomian Indonesia.
Menurut Kurniawan (2010) Pembangunan di sektor kelautan dan perikanan, tidak boleh dipandang sebagai hanya sebagai cara untuk menghilangkan kemiskinan dan pengangguran. Namun, lebih dari itu, karena sektor kelautan dan perikanan merupakan basis perekonomian nasional, maka sudah sewajarnya jika sektor perikanan dan kelautan ini dikembangkan menjadi sektor unggulan dalam kancah perdagangan internasional. Dengan demikian, dukungan sektor industri terhadap pembangunan di sektor perikanan dan kelautan menjadi suatu hal yang bersifat keharusan. Karena itu, pembangunan perikanan dan kelautan dan industri bukanlah alternatif yang dipilih, namun adalah komplementer dan saling mendukung baik bagi input maupun output. Secara teoritis pengembangan perikanan memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Keterkaitan umum antara sumber daya perikanan, produksi, usaha penangkapan, kebijakan pemerintah, dan pasar akan berpengaruh kepada GDP yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. (Soemokaryo, 2001)
Pembangunan perikanan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan (petani ikan) dengan jalan meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan usaha (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1988). Namun mengingat kegiatan perikanan yang dapat dikatakan sebagai usaha yang sangat tergantung pada alam dan ketersediaan sumber daya disuatu perairan menyebabkan ada fluktuasi kegiatan usaha perikanan yang sangat jelas. Pada akhirnya hal ini akan mempengaruhi aktifitas nelayan (petani ikan) dalam berusaha.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar, strategi pembangunan dengan basis sumber daya alam dapat pulih (seperti sektor perikanan) merupakan suatu hal yang tepat. Hal ini di karenakan (1) potensi sumber daya Indonesia yang sangat besar; (2) keterkaitan industri hulu (backward-linkages industri) dan keterkaitan industri hilir (foward-linkages industries) yang kuat dan diharapkan dapat menciptakan efek ganda (multiplier efects) yang besar; (3) penyerapan tenaga kerja yang besar; (4) dapat mengatasi ketimpangan pembangunan antar wilayah dikarenakan kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang dapat pulih bisa dan biasanya berlangsung di daerah pedesaan; (5) karena bersifat dapat pulih, maka bisa mewujudkan pola pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. (Dahuri, 2002) Menurut Kusumastanto (2000), salah satu persoalan yang mendasar dalam perencanaan pengembangan sektor perikanan adalah lemahnya akurasi data statistik perikanan. Hal ini menyebabkan kendala dalam penerapan kebijakan pengembangan sektor perikanan. Selain itu, untuk menjadikan sektor perikanan sebagai motor penggerak sektor riil, dalam pengembangnya harus memperhatikan kaidah ekonomi dengan memperhatikan keterkaitan dengan berbagai sektor ekonomi.
Menurut Fauzie (2009), perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan didasarkan pada konsepsi pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia.dalam mencapai daya saing yang tinggi. Tiga hal pokok yang akan dilakukan terkait arah pembangunan sektor perikanan ke depan, yaitu (1) membangun sektor perikanan yang berkeunggulan kompetitif (competitive advantage) berdasarkan keunggulan komparatif (comparative advantage); (2) menggambarkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan; (3) mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah. Dalam konteks pola pembangunan tersebut, ada tiga fase yang harus dilalui dalam mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan dalam hal daya saing, yaitu (a) fase pembangunan yang digerakkan oleh kelimpahan sumber daya alam (resources driven); (b) fase kedua adalah pembangunan yang digerakan oleh investasi (investment driven) dan; (c) fase ketiga pembangunan yang digerakkan oleh inovasi (inovation driven).
Menurut Dahuri (2001), proses pemanfaatan sumber daya perikanan ke depan harus ada kesamaan visi pembangunan perikanan yaitu suatu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumber daya ikan beserta ekosistemnya secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama petani ikan dan nelayan secara berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan visi pembangunan perikanan tersebut, ada tiga syarat mutlak yang harus dipenuhi. Pertama sektor perikanan harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi secara nasional melalui peningkatan devisa, peningkatan pendapatan rata-rata para pelakunya serta mampu meningkatkan sumbangan terhadap PDB. Kedua, sektor perikanan harus mampu memberikan keuntungan secara signifikan kepada pelakunya dengan cara mengangkat tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan. Ketiga, pembangunan perikanan yang akan dilaksanakan selain dapat menguntungkan secara ekonomi juga ramah secara ekologis yang artinya pembangunan harus memperhatikan kelestarian dan daya dukung lingkungan dengan baik.
Dalam upaya mencapai pemanfaatan perikana secara optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di seluruh Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan keluarkan Peraturan Menteri nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI). Peraturan ini sebagai penyempurnaan dan mengganti Keputusan Menteri Pertanian No.996/Kpts/IK.210/9/1999 tentang Potensi Sumber Daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan.

Upaya ini adalah merupakan langkah maju dalam menerapkan ketentuan internasional Code of Conduct for Responsible Fisheries, atau Tatanan Pengelolaan Perikanan yang Bertanggungjawab atau Berkelanjutan. Sebagaimana kita ketahui sumberdaya perikanan adalah termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Akan tetapi, bila jumlah yang dieksploitasi lebih besar daripada kemampuan alami untuk kembali, maka sumberdaya tersebut akan berkurang, bahkan bisa habis.

Sederhananya, bila penangkapan ikan lebih banyak dibanding dengan kemampuan ikan memijah, maka wilayah laut tersebut akan miskin. Itulah yang dikenal sebagai kondisi lebih tangkap (over fishing). Sehubungan dengan itu terdapat hitungan Total Allowable Catch (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) dan Most Sustainable Yield (jumlah ikan maksimum yang tersedia agar masih bisa lestari).

Untuk menyempurnakan manajemen pemanfaatan perairan itulah maka dilakukan penentuan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) di seluruh Indonesia dari 9 WPP menjadi 11 WPP, yakni merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalamanan, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Kesebelas wilayah pengelolaan perikanan yaitu: Kesatu, WPP-RI 571 meliputi perairan Selatn Malaka dan Laut Andaman; Kedua, WPP-RI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda; Ketiga, WPP-RI 573 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian Barat; Keempat, WPP-RI 711 meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan; Kelima, WPP-RI 712 meliputi perairan Laut Jawa; Keenam, WPP-RI 713 meliputi perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; Ketujuh, WPP-RI 714 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera; Kedelapan, WPP-RI 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau; Kesembilan, WPP-RI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara pulau Halmahera; Kesepuluh, WPP-RI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik; Kesebelas, WPP-RI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.

Setiap WPP pada prinsipnya memiliki karakteristik yang berbeda, dimana WPP di bagian timur umumnya memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis besar sehingga armada yang beroperasi relatif lebih besar dibandingkan di WPP bagian barat yang sebagian besar potensi sumberdaya ikannya adalah jenis ikan pelagis kecil. Namun demikian, dilihat dari tingkat kepadatan nelayan, WPP bagian barat relatif lebih padat dibandingkan bagian timur sehingga di WPP banyak terjadi kegiatan illegal fishing karena besarnya potensi sumberdaya ikan yang dimiliki di wilayah tersebut. Oleh karena itu, WPP bagian timur banyak disebut sebagai golden fishing ground, seperti Laut Arafura, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik.

Nama perairan yang tidak disebut dalam pembagian WPP-RI diatas, tetapi berada di dalam suatu WPP-RI merupakan bagian dari WPP-RI tersebut. Sedangkan WPP-RI yang disebut dalam Peta WPP-RI dan Peta serta diskripsi masing-masing WPP-RI yang memuat kode, wilayah perairan, dan batas dari masing-masing wilayah pengelolaan. Secara khusus untuk kegiatan penangkapan ikan, dalam peraturan ini disebutkan bahwa penentuan daerah penangkapan dalam perizinan usaha perikanan tangkap agar menyesuaikan pada WPP-RI baru dalam kurun waktu paling lambat 3 (tiga) tahun.

Penataan WPP hanya merupakan salah satu faktor essensial untuk menata sumberdaya perairan. Langkah selanjutnya adalah tetap dilakukan pengkajian stok ikan pada setiap WPP. Atas dasar hasil kajian tersebut maka ditetapkan jenis alat tangkap dan jumlahnya yang dapat diizinkan, dan bila perlu waktu penangkapan yang dialokasikan, atau waktu yang dilarang untuk dilakukan penangkapan ikan (open and close system).

Manajemen penangkapan ikan tersebut pada beberapa WPP sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan karena indikasi dan fakta lebih tangkap telah nyata terdeteksi. Penerapan kebijakan ini tentu tidak sederhana, karena kenyataan yang ada tidak mudah mengalihkan mata pencaharian nelayan tradisional yang sudah terlanjur banyak. Pemindahan lokasi nelayan juga menghadapi masalah kultural, sosial, dan pemasaran. Di beberapa negara telah dilakukan pembelian terhadap kapal nelayan oleh pemerintah guna dimoratorium, untuk melakukan solusi kelestarian sumberdaya perairan. Yang pasti Code of Conduct for Responsible Fisheries harus kita wujudkan, paling tidak secara bertahap, guna kesejahteraan nelayan dan bangsa kita, baik saat ini maupun pada masa yang akan datang

1 comment:

  1. artikel yang menarik dan sesuai yang saya cari utk bahan skripsi saya..numpang copy yah :) btw, punya buku dari referensi" ini ga?

    ReplyDelete